Warga Soroti Dugaan TPPO di Wilayah Cilegon via MiChat, Kelurahan Pastikan Rutin Monitoring

KORAN MEDSOS – Seorang warga Cilegon mengaku menemukan indikasi praktik yang diduga terkait tindak pidana perdagangan orang (TPPO) melalui aplikasi MiChat.

Warga yang tidak ingin disebutkan namanya ini mengungkapkan kekhawatirannya melalui telepon WhatsApp pada Kamis (14/8) saat mencoba membuka aplikasi, ia mendapati beberapa akun pengguna perempuan yang menawarkan jasa seksual.

“Saya mencoba install aplikasi MiChat, lalu yang saya temui banyak pengguna yang mencoba menawarkan diri untuk menjual kehormatannya demi uang. Saya mengkhawatirkan hal ini dapat membawa dampak negatif kepada masyarakat terutama anak-anak yang masih dibawah umur” ujarnya.

Menurutnya, pemerintah setempat tidak mengambil tindakan. Di mana hal ini ia resahkan karena lokasi yang ia dapati berada di beberapa titik di sekitar Cilegon, dan yang menjadi sorotan ialah kos-kosan yang letaknya tidak jauh dari kantor Kelurahan Ketileng dan Citangkil. 

“Saya mengakses aplikasi di daerah Citangkil, di samping Kelurahan Citangkil ada. Tapi pemerintahnya diam. Bahkan di bedeng biru di kelurahan Ketileng juga ada, saya mengharapkan pemerintah lebih tegas, minimal melakukan monitoring rutin sehingga penghuni kos ketakutan” tambahnya.

Hal ini ditepis langsung oleh lurah Ketileng, Hilman Setiaji, yang menanggapi bahwa ia selalu berkoordinasi dengan RT–RW bahkan Babinsa setempat untuk melakukan monitoring dan sosialisasi di kontrakan dan kosan didekat pemukiman Kelurahan Ketileng selama 2 bulan sekali.

“Bedeng, kontrakan itu selalu dipantau terus kok dari kelurahan, kami juga koordinasi dengan RT–RW, tokoh masyarakat untuk mengamati, mengawasi lingkungan sekitar. Kita melakukan monitoring juga rutin setiap 2 bulan sekali saat monitoring juga kami berkoordinasi dengan Babinsa” tegas Hilman.

Ia pun menanggapi bahwa penggunaan aplikasi chatting tersebut diluar tanggungjawab stakeholder setempat. Adapun untuk monitoring dengan aktivitas daring, adalah kewenangan Dinas Kominfo.

“Kalau kewenangan terkait aplikasi itu memang Kominfo yang harusnya dituju. Ya paling tidak, dari kita melakukan pencegahan dengan tindakan preventif yaitu melakukan monitoring dan sosialisasi kita kumpulkan penghuni kontrakan“ ungkapnya.

Selanjutnya terkait efisiensi anggaran tidak menjadi alasan untuk memberhentikan upaya kenyamanan, keamanan dan ketertiban bagi warga Citangkil, terutama dalam upaya pencegahan tindakan asusila yang meresahkan masyarakat.

“Walaupun ada efisiensi anggaran, tidak terlalu menjadi pusing kepada kita. Jadi dari saya pribadi, apa yang bisa saya lakukan hari ini saya lakukan. Jangan terpaku terhadap anggaran, karena itu kan pesan dari Wakil Walikota" pungkas Hilman.

Senada dengan Kelurahan Ketileng, lurah Citangkil, Ali Wahdi, juga menepis dugaan warga yang tidak mau disebutkan namanya tersebut yang menduga bahwa pemerintah setempat tidak ada upaya pencegahan.

“Kami melakukan sidak dan tentu monitoring. Jika ada warga yang melapor terkait dugaan asusila yang meresahkan warga, itu kami langsung tindaklanjuti. Adapun sidak yang kami lakukan itu berhasil setidaknya untuk shock therapy” jelas Ali.

Ia pun mengungkapkan tanggapan yang sama, terkait adanya efisiensi anggaran. Namun hal tersebut bukan suatu tantangan besar yang dapat Ia lakukan di lingkungan Citangkil.

“Oh meski ada efisiensi anggaran, ya memang menjadi kendala. Namun kami berusaha semaksimal mungkin untuk tetap mengadakan upaya monitoring atau sidak, lalu ketika ada keluhan di lingkungan Citangkil ya kami tindaklanjuti” tambah Ali. (Wulan/MG)

Posting Komentar

0 Komentar