KORAN MEDSOS - Di tengah gegap gempita pabrik terus tumbuh, Ruang untuk membaca, berpikir, dan membangun imajinasi. Kota Cilegon bersiap memiliki perpustakaan umum baru, bukan sekadar bangunan tempat menyimpan buku, melainkan simbol tekad pemerintah daerah untuk menumbuhkan budaya literasi di jantung kota industri.
Ada sosok yang berjuang luar biasa dibalik pembangunan perpustakaan, sosok tersebut adalah Haji Ismatullah, Kepala Dinas Perpustakaan dan Arsip Daerah (DPAD) Kota Cilegon, yang menggagas proyek hingga ke pengerjaan fisik. Ia bukan sekadar birokrat pengelola anggaran. Ia memperlakukan proyek ini seperti merancang taman di padang pasir—dengan visi, kegigihan, dan sejumlah kompromi yang tak sedikit.
“Ini bukan hanya soal gedung. Ini soal membangun peradaban,” kata Ismatullah, Jumat, 9 Mei 2025, melalui sambungan WhatsApp.
Gedung perpustakaan itu dirancang berdiri di atas lahan seluas 3.969 meter persegi, dengan luas bangunan sekitar 700 meter persegi yang akan membentang dua lantai. Lokasinya strategis—di tengah kota, dekat Cilegon Center Mall dan kantor-kantor organisasi perangkat daerah (OPD). Mudah diakses, aman dari banjir, dan cukup luas untuk mengakomodasi beragam fungsi literasi.
Namun jalan menuju pembangunan tak seindah lembaran rencana. Ismatullah mengisahkan sendiri betapa alotnya proses mencari lahan yang tepat. Lahan pertama yang diincar, di depan Kantor Kelurahan Masigit, tak memenuhi syarat minimum luas. Pilihan kedua, lahan di Cibeber, terganjal akses jalan dan persoalan pemadatan tanah yang memerlukan biaya besar.
Akhirnya, pilihan jatuh ke lahan milik BPRS Kota Cilegon. Di sanalah, pembangunan dimulai tahun ini dengan pekerjaan perataan lahan dan peninggian tanah. Tembok penahan tanah (TPT) dibangun untuk mengantisipasi banjir—langkah antisipatif yang mencerminkan rencana jangka panjang.
Anggaran pembangunan perpustakaan ini tak kecil. Total biaya mencapai lebih dari Rp20 miliar, yang terdiri dari dana daerah dan dukungan pemerintah pusat. Untuk tahap awal, pembangunan fisik dasar ditargetkan selesai pertengahan Juni 2025. Seluruh bangunan diharapkan rampung pada akhir tahun.
Lebih dari sekadar infrastruktur, perpustakaan ini diharapkan menjadi ruang hidup baru bagi warga. Ruang yang memantik percakapan, mempertemukan ide, dan memperluas cakrawala. Di kota yang selama ini identik dengan cerobong asap dan mesin baja, perpustakaan ini bisa menjadi titik balik: pusat peradaban di tengah industrialisasi.
Bagi Ismatullah, membangun literasi bukan sekadar tugas dinas. Ini soal komitmen—dan cita-cita.
“Literasi adalah benteng pertama dari masyarakat yang berpikir kritis,” ujarnya. “Dan itu harus dimulai dari ruang publik yang memberi akses dan harapan," tuturnya.
Jika semua berjalan lancar, pada Desember mendatang Cilegon akan punya lebih dari sekadar gedung baru. Ia akan punya napas baru: ruang untuk membaca dunia dan menuliskannya kembali dengan cara yang lebih baik. (*)
0 Komentar